Pages

Thursday 11 February 2021

Komunikasi Pra Lahir

Beberapa pertanyaan sering mencul terkait Kapan dimulainya proses komunikasi seorang manusia ?. Beberapa pakar komunikasi meneybutkan bahwa proses komunikasi sudah berlangsung sejak manusia masih di dalam kandungan. 

Dalam ajaran Islam sendiri disebutkan dalam sebuah ayat bahwa

  وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ 

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", {Quran Surat Al-A’raf Ayat 172}[1]

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Sang Pencipta sudah mulai berbicara kepada ciptaanNya sejak ditiupkan ruh kehidupan.

Dibeberapa pembahasana yang lain dikatakan bahwa hubungan antara ibu dan anak dalam kandungannya sangat erat, bahkan sang bayi dalam kandungan dapat merespon perlakuan sang ibu. 

Para Pakar juga sudah mulai banyak membuat sebuah kurikulum pendidikan dan komunikasi pra kelahiran dengan berbagai penelitian untuk mempelajari bagaimana cara mentransformasikan informasi dari dunia luar kepada sang bayi di dalam kandungan. kita lihat beberapa penelitian mereka.

Pendidikan yang dilakukan oleh Robert Hall terhadap anaknya Elizabeth Hope Hall ketika masih dalam kandungan. Setiap pulang kerja ia selalu menyempatkan diri bermain permainan bayi, menendang dan berbincang-bincang membaca serta menya-nyi untuk bayinya, seperti perkataan, “Hai sayang ini papa.” dan kata-kata lucu lainnya dengan mendekatkan wajahnya ke perut isterinya yang sedang mengandung, ternyata bayi yang dalam kandungan tersebut bereaksi.[2]

Penelitian F. Rene van de Carr dan para ilmuan bidang perkembangan pralahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, bayi dapat belajar, merasa, dan mengetahui perbedaan antara terang dan gelap pada saat kandungan berusia 5 bulan (20 minggu), kemampuan bayi untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup, baik sehingga anda dapat memulai permainan-permainan belajar.[3]

 Borris Brott konduktor simponi terkenal menjelaskan bagaimana ia tertarik pa-da musik dan mampu memainkan beberapa lagu tanpa berlatih. Ibu Brott menyam-paikan bahwa ketika Broot masih dalam kandungan, ibunya sering memainkan mu-sik dengan suara tidak terlalu keras di dekat perutnya sehingga bunyi maupun getar-annya dengan jelas dapat didengar dan dirasakan oleh bayinya.[4]

Hasil penelitian yang dimuat di American Journal of Obstetries pada tahun 1970 menunjukkan bahwa komunikasi dan pesan antara ibu dan anak pralahir sangat luar biasa. Dr. Michael Lieberman menunjuk bahwa jika seorang ibu hamil diminta berpikir untuk meletakkan rokok di bibirnya (tanpa benar-benar melakukannya), de-tak jantung bayinya akan meningkat dan gerakannya menjadi makin sering dan tidak menentu. Meningkatnya detak jantung janin biasanya diasosiasikan beberapa bentuk kesukaran. Jadi, mungkin bayi-bayi juga berupaya memberi tahu ibu mereka agar menghentikan kebiasaan itu.[5]

Dari beberapa hasil penelitian para ahli yang dikemukakan di atas dapat disim-pulkan bahwa bayi yang berada dalam kandungan sudah bisa menerima rangsangan dari luar, sudah dapat dididik. Pada usia kandungan 20 minggu atau sekitar 5 bulan kemampuan bayi untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga program pendidikan sudah dapat dimulai, khususnya program stimulasi yang berkaitan dengan pertumbuhan mental bayi. Di dalam QS al-A’raf/7: 72, Allah swt. berdialog dengan bayi dalam kandungan sesudah ditiupkan roh kepadanya, di mana bayi sudah berumur ± 4 bulan. Apa yang dijelaskan oleh Allah swt. dalam Alquran telah terbukti dengan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli di Barat. Muncul pertanyaan siapa yang menjadi pen-didik/guru dalam proses pendidikan pralahir. Jawabannya tentu saja adalah ibu. Ibu adalah pendidik utama seorang bayi, dibantu oleh ayah, anak yang lebih tua, kelu-arga yang menemani ibu selama masa kehamilan. 

Nah, dari beberapa data terkait adanya komunikasi pra lahir ini maka, bagaimana cara mendidik anak dalam kandungan?

Ini yang kemudian harus kita pelajari lebih lanjut

 

 ===============================================================

Referensi

[1]. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 250.  

[2]. F. Rene vaan de Carr dan Marc Lehrer, While You’re Expecting Your own Prenatal Classroom, terj. Alwiyah Abdurrahman, Cara Baru Mendidik Sejak dalam Kandungan, Cet. I; Bandung: Kaifa, 2008, h. 18. 

[3]. F. Rene vaan de Carr dan Marc Lehrer, While You’re Expecting Your own Prenatal Classroom, h. 45.  

[4]. F. Rene vaan de Carr dan Marc Lehrer, While You’re Expecting Your own Prenatal Classroom, h. 46-47.  

[5]. F. Rene vaan de Carr dan Marc Lehrer, While You’re Expecting Your own Prenatal Classroom, h. 99-100.

Quran Surat Al-A’raf Ayat 172 وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ Arab-Latin: Wa iż akhaża rabbuka mim banī ādama min ẓuhụrihim żurriyyatahum wa asy-hadahum 'alā anfusihim, a lastu birabbikum, qālụ balā syahidnā, an taqụlụ yaumal-qiyāmati innā kunnā 'an hāżā gāfilīn Terjemah Arti: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Referensi: https://tafsirweb.com/2626-quran-surat-al-araf-ayat-172.html
Quran Surat Al-A’raf Ayat 172 وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ Arab-Latin: Wa iż akhaża rabbuka mim banī ādama min ẓuhụrihim żurriyyatahum wa asy-hadahum 'alā anfusihim, a lastu birabbikum, qālụ balā syahidnā, an taqụlụ yaumal-qiyāmati innā kunnā 'an hāżā gāfilīn Terjemah Arti: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Referensi: https://tafsirweb.com/2626-quran-surat-al-araf-ayat-172.html

No comments:

Post a Comment