Pages

Thursday, 11 February 2021

Teori-teori Komunikasi Part. 3

Pada postingan sebelumnya (Teori-teori Komunikasi Part. 2), Sudah ditulis tentang Teori-teori Komunikasi Tahap Awal. Pada postingan kali ini, kita akan berikan catatan mengenai Teoro-teori Komunikasi Tahap Selanjutnya.

Teori-teori pada tahap selanjutnya

A. Four Theories of The Press (Empat Teori Pres)

Tiga orang cendekiawan Amerika masing-masing Fred S Siebert, Theodore peterson dan Wilbur Scramm pada tahun 1956 menerbitkan sebuah buku dengan judul "Four Theories of the Press". Buku tersebut mengupas empat buah sistem pers yang berlaku di berbagai negara di dunia, yaitu masing-masing Authoritarian Theory, Libertarian Theory, Soviet Communist Theory dan Social Responsibility Theory

  1. Authoritarian Theory (teori otoriter); Teori otoriter yang acapkali disebut pula sistem otoriter berkaitan erat dengan sistem pengawasan terhadap media massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat. Menurut Fred S. Siebert teori otoriter menyatakan bahwa hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi asumsi filsafati yang mendasar tentang manusia dan negara. Dalam hal ini tercakup: (1) sifat manusia, (2) sifat masyarakat. (3) hubungan antara manusia dengan negara, dan (4) masalah filsafati yang mendasar, sifat pengetahuan dan sifat kebenaran. Teori tersebut telah mengembangkan proposisi bahwa negara sebagai organisasi kelompok dalam tingkat paling tinggi telah menggantikan individu dalam hubungannya dengan derajat nilai, karena tanpa negara seseorang tak berdaya untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia beradab. Kebergantungan seseorang pada negara untuk mencapai peradaban telah menjadi unsur utama bagi sistem otoriter.
  2. Libertarian Theory (teori liberal); Seperti halnya teori otoriter, Teori liberal juga dikemukakan oleh Fred S. Siebert. Ditegaskan olehnya bahwa untuk memahami prinsip-prinsip pers di bawah pemerintahan demokratik, seseorang harus memahami filsafat dasar dari liberalisme yang dikembangkan pada abad 17 dan 18. Teori liberal menitikberatkan superioritasnya pada prinsipa kebebasan perorangan, penilaiana dan aksioma bahwa kebenaran, jika diberi kebebaasan, akan muncul sebagai pemenang dalam setiap perjuangan Slogannya adalah proses tegakkan diri (selfrighting process) dan wahana pertukaran gagasan (market place of ideas). Ia telah menjadi bagian integral dari jajaran demokrasi yang telah menghasilkan kemajuan yang menakjubkan bagi kesejahteraan umum manusia.
  3. Soviet Communist Theory (Teori Komunis Soviet); Teori ini dikupas oleh Wilbur Schramm yang dalam mengupas teori tersebut mencoba menyelusuri dari akarnya yakni pemikiran Karl Marx. Dia mengatakan bahwa sumbangan besar dari Marx adalah penjungkirbalikan dialektika Hegel. Jadi Marx dialektikanya realistik, kebalikan dari idealistik Pemikirannya mengenai media massa, ia berpendapat bahwa pengawasan terhadap media massa harus berpijak pada mereka yang  membuat memiliki fasilitas, sarana percetakan, stasion siaran, dan lain-lain. Selama kelas kapitalis mengawasi fasilitas fisik ini, kelas buruh tidak akan mempunyai akses pada saluran-saluran komunikasi Kelas buruh harus mempunyai sarana komunikasi sendiri. Demikian pula kaum buruh harus berpikir bahwa kebebasan pers sebenarnya tidak akan ada kecuali dalam masyarakat tanpa kelas, di mana kelas kerja pengawasan para pemilik burjuis. Menurut Barat kebebasan pers di Uni Soviet adalah kebebasan negatif, yakni kebebasan dari, sedangkan konsep kebebasan pada sistem tanggung jawab sosial adalah kebebasan positif, yaitu kebebasan untuk. Jika dikatakan bahwa pers/media massa di Uni Soviet itu bebas, bukan bebas untuk menyatakan pendapat, melainkan bebas dari kapitalisme, individualisme, borjuasi dan anarki.
  4. Social Responsibility Theory (Teori Tanggung jawab); Teori tanggung jawab yang dibahas dalam buku "Four Theories of the Press" oleh Theodore Peterson, dinyatakan sebagai pergeseran dari Teori Liberal. Dasar pemikiran utama dari teori ini adalah bahwa kebebasan dan kewajiban berlangsung secara beriringan, dan pers yang menikmati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis, berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang hakiki.

B. Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individual) 

Nama teori yang diketengahkan oleh Melvin D. Delfeur ini lengkapnya adalah "Individual Differences Theory of Mass Communication Effect". Jadi teori ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu effor ymay berbeda. Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan---- terutama jika berkaitan dengan kepentinganny-- konsisten denagn sikap-sikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung boleh nilai-nilainya. Tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi efek media massa paada khalayak massa itu tidak seragam, melainkan beragam disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya

C. Social Categories Theory (Teori Kategori Sosial)

Melven L. deFleur selakub pakar yang menampilkan teori ini mengtakan bahwa teori Kategori Sosial kadang-kadang tumpang tindih dengan Teori Perbedaan Individual, tetapi berasal dari sumber yang secara disipliner berbeda walaupun berpede, Mumon memiliki reaksi sa Teori Kategori Sosial menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan, kebersamaan-kebersamaan, atau kategori-kategori sosial pada masyarakat urban-industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang perangsang tertentu hampir-hampir seragam.

Asumsi dasar dari Teori kategori Sosial ialah teori sosiologis yang menyetakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri yang sama akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti pada media massa dalam perilaku yang seragam. Anggota-anggota dari suatu kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi yang kira-kira sama, dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula Teori Kategosi Sosial merupakan formula yang lebih bersifat penjelasan dan pada pembahasan, tetapi sejauh dapat digunakan sebagai landasan untuk prediksi kasar dan sebagai pedoman untuk penelitian teori tersebut dapat berfungsi sebagai teori sederhana untuk studi media massa.

D. Social Relationships Theory (Teori Hubungan Sosial

teori yang bdiketengahkan juga oleh Melvin deFleur ini menunjukkan bahwa hubungan sosial

E. Cultural Norm Theory (Teori Norma Budaya)

Teori Norma Budaya menurut Melvin de Fleur hakikatnya adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak di mana norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu. dibentuk dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual biasanya dipandu oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, maka media komunikasi secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku

Mengenai hubungan yang potensial antara media massa dengan norma, Defleur menunjuk karya lazarsfeld dan Merton tentang fungsi media dalam memperkuat norma. Dikatakannya bahwa media beroperasi secara perlahan-lahan dan mengikuti norma umum yang berkaitan dengan cita rasa dan nilai, ketimbang membawa ke bentuk-bentuk baru Jadi media massa memperkuat status quo ketimbang menciptakan norma-norma baru atau mengubah pola-pola terlembaga secara mendalam

F. Social Learning Theory (Teori Belajar Secara Sosial)

Social Learning Theory yang ditampilkan oleh Albert Bandura ini mengkaji proses belajar melalui media massa sebagai tandingan terhadap proses belajar secara tradisional. Albert Bandura menyatakan bahwa social learning theory menganggap media massa sebagai agon sosialisasi yang utama di samping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.

Dalam belajar secara sosial langakah pertama adalah perhatian (attention) kepada suatu peristiwa. Kedua adalah proses retensi, peristiwa yang menarik perhatian dimasukkan ke dalam benak dalam bentuk lambang secara verbal atau imuginal sehingga menjadi ingutun (memory). Ketiga, motor reproduction proses proses reproduksi motor). hasil ingatan tadi akan meningkat menjadi bentuk perilaku Kemampuan kognitif dan motorik pada langkah ini berperan penting. Keempat, motivisional proces (proses motivasional), menunjukkan bahwa perilaku akan berwujud apabila terdapat nilai peneguhan

G. Diffusion of Innovations Model (Model Difusi Inovasi)

Pakar yang mengatengahkan teori ini di antaranya Everett M. Rogers Roger mendefinisikan difusi sebagai suatu proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru

Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkatan adopsi. Lima ciri inovasi menurut Rogers adalah: relative advantage (keuntungan relatif); compatibility (kesesuaian), complexity (kerumitan); trialability (kemungkinan dicoba), observability (kemungkinan diamati)

H. Agenda Setting Model (Model Penataan Agenda)

Agenda setting model untuk pertamakalinya ditampilkan oleh M.EMc.Combs dan D.L. Shaw dalam "public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972, berjudul "The Agenda-Setting Function of Mass Media" Kedua pakar tersebut mengatakan bahwa jika media memeberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting

Tetapi David. H. Heaver dalam karyanya yang berjudul "Media Agenda Setting and Media manipulation" padaa tahun 1981 mengatakan bahwa pers sebagai media komunikasi massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuknya seperti sebuah kaleideskop yang menyaring dan membentuk cahaya.

Mengenai agenda setting itu Alexis S. Tan selanjutnya menyimpulkan bahwa media massa mempengaruhi kognisi politik dalam dua cara pertama, media secara efektif menginformasikan peristiwa politik kepada khalayak, kedua, media mempengaruhi persepsi khalayak mengenai pentingnya masalah politik.

Sementara itu Manhein dalam pemikirannya tentang konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting manyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda, yaitu agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijaksanaan

I. Uses and Gratifications Model (Model Kegunaan dan Kepuasan)

Model ini merupakan pergeseran fokus dari tujuan komunikator ke tujuan komunikan Model ini menentukan fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak.

Pendekatan uses and gratification untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi pada waktu itu diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz menyatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pernyataan Apa yang dilakukan media untuk khalayak (What do the media do ton people?) kebanyakan penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi massa berpengaruhn kecil terhadap khalayak yang dipersuasi oleh karena itu para peneliti berbelok ke variabel-variabel yang menimbulkan lebih banyak efek, misalnya efek kelompok Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mebgubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial masyarakat. Jadi, bobotnya ialah pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus.

J. Clozentropy Theory (Teori Clozentropy)

Clozentropy Theory yang mula-mula diketengahkan oleh Donald Darnell pada tahun 1970, kemudian dikembangkan oleh dennis T Lowry dan theodore J. Mart yang mengkaji teori ini dalam komunikasi internasional.

Istilah "clozentropy" merupakan paduan dari "cloze procedure" dari Wilson L. Taylor dan "entropy" dari teori komunikasi yang ditampilkan oleh Claude E shannon dan warren weaver.

Penelitian dengan landasan Clozentropy Theory ini dilakukan karena temyata di satu pihak komunikasi internasional mencakup pesan-pesan dari negara A dalam bahasa X diterjemahkan ke dalam bahasa Y ketika disampaikan ke negara B, tetapi di lain pihak ada komunikasi internasional yang tidak memerlukan terjemahan. Kendatipun demikian, adalah menjadi pertanyaan apakah dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa resmi yang sama itu dapat diperoleh pemahaman yang maksimal, jika pesan yang disampaikan itu dalam konteks nasional dan kebudayaan yang berbeda. Studi yang dilakukan oleh Lowry dan Marr terhadap Clozentropy Theory itu menekankan pentingnya pra keakraban dengan isi pesan yang janggal dalam hubungan dengan pengertian pesan komunikasi dalam arti pesan komunikasi ini bersifat kha.

Clozentropy Theory telah memperbaiki yang dikenal sebelumnya, yakni kenalilah diri mereka (know thyself) menjadi kenalilah pesan anda dan sasaran anda beserta pertautannya.

 

=====================================

Referensi

Prof. Drs. Onong Uchajana Efendy, MA. Dinamika Komunikasi

Siti Zaenab, M.A, Diktat Ilmu Komunikasi 

No comments:

Post a Comment